22 September 2012

What’s up with this September

Cerita ini bermula dari sebuah musik, musik yang bertemu dengan serendepitynya beberapa hari yang lalu. Dan sayalah serendepity tersebut. Musik  yang saya maksud ini tidak hanya sekedar dinyanyikan, tapi musik itu memiliki roh kuat ketika dinyanyikan oleh sang empunya. Mengapa saya sebut roh? Karena ketika mendengarnya, saya tiba-tiba merasakan something different, tapi itu apa? Hhmm, saya sendiri juga belum tahu. Rasanya pengen menanyakan hal ini kepada Neptunus. Keanehan model apa lagi yang sekarang saya alami. Kalau dibilang dejavu, jelas bukan. So, karena sama-sama belum tahu, mari berpenasaran saja dulu.

Saya mengikuti mahzab salah seorang teman yang sudah banyak memberikan inspiring. Ia pernah menjadi partner yang sangat hebat, teman diskusi jitu, travelmate dan banyak interaksi yang lainnya. Namun, sekarang bisa dibilang bahwa relasi kami tidak sedekat dulu karena suatu hal yang sebenarnya juga sangat sepele. Kita punya standarisasi hidup yang sangat berbeda. Anggap saja relasi kami ini seperti science. Selalu berubah mengikuti perkembangan waktu.

Well, setelah flashback sedikit tentang teman saya ini, mari kita lanjutkan ceritanya. Saya sangat yakin bahwa ada beberapa hal yang paling mempengaruhi perkembangan manusia. Ia adalah musik, film dan buku. Dan yang akan menjadi poin kali ini adalah soal musik. Jujur saja saya masih tidak bisa fanatik terhadap satu titik. Begitu juga dengan musik. Referensi yang menurut saya  paling bagus adalah karya Coldplay (the most) dan The Trees and The Wild. Mungkin karena intuisi saya terhadap musik dan jenis-jenisnya juga minim sehingga saya memutuskan dua band tersebutlah yang menjadi favorit saya.

Kembali dengan tema September yaa. Tepat satu minggu yang lalu saya mengikuti sebuah training tentang pemuda dan anti kekerasan. Tentu saja yang dibahas di forum itu adalah bagaimana menciptakan perdamaian dan menyebarkan nilai-nilai pluralisme. Dari sekian pembicara, saya hanya noted satu saja. Dia adalah Fahd Jibran. Saya sangat interest dengan apa yang dipaparkannya. Kebetulan Ia juga masih muda sehingga stylenya anak muda banget. Tepat sasaranlah kalau peserta training tersebut juga anak muda semua.

Saya bersama kelompok saya :)

Waktu itu Fahd Jibran menjelaskan bahwa musik bisa menjadi media untuk menyebarkan pesan-pesan sosial. Tidak hanya sekedar nyanyian untuk pengantar tidur atau menjadi teman dikala kesepian melanda manusia. Dan di momen itu pula Ia mention dua band yang bergerak untuk aksi damai ini. SID dan Green Day. Nah, titik fokus yang saya bahas disini adalah Green Day. Green Day adalah musisi yang tidak hanya melantunkan lagu, tidak juga hanya membuat lagu-lagunya menjadi komersil dan digemari banyak orang. Tetapi Green Day justru banyak menyampaikan pesan-pesan sosial via lirik-lirik lagunya.  Mereka menyebarkan kebaikan  melalui passionnya, yaitu dengan musik. Nah, disinilah saya sudah merasakan hawa-hawa keanehan. But, lagi-lagi saya nggak paham itu hawa jenis apa. Di otak saya waktu itu hanya muncul satu grand topik. Green Day adalah band favorit Ichan. Paten. Hhmm, mungkin karena ini sehingga terbentuklah relasi yang kuat soal Green Day.

Tak berhenti sampai disitu, hari terus berlanjut dengan segala bentuk kesibukan yang menggerogoti waktu. Saya pun masih belum tahu banyak soal Green Day. Yang saya notif paling hanya “kok Ichan sering ngetwitt soal Green Day yaa? Ada apa?” Hhmm.. akhirnya, dua hari yang lalu saya mulai browsing tentang Green Day. 

Pertama browsing, yang disajikan kakak google adalah lagu dengan judul Time of Your Life. Setelah diputar ternyata aku dengan mudah bilang “Lah, ini kan lagu yang ada di hpku dulu. Lagu yang aku jadiin nada dering hp selama berbulan-bulan” Ntah dulu mendapatkan lagu itu dari mana yang jelas saya menjadikannya nada dering karena saya menilai lagu ini penuh spirit. Dan saya suka itu. Titik. Ternyata lagu ini judulnya, saya bicara dalam hati. Itu menjadi kebiasaan saya, menyukai atau hanya sekedar tahu sesuatu tapi nggak ngerti labelnya. Kalau musik, ibaratnya saya nggak tahu judulnya tapi saya sering mendengarkan bahkan suka dengan musik tersebut. Nah, saya berasumsi bahwa embel-embel itu tidak lagi penting sehingga saya tidak tahu siapa yang sebenarnya sedang beraksi itu. Seakan mengiyakan argumen Caknur bahwa yang terpenting itu apa yang kita kerjakan, bukan melihat jabatan apa yang menempel saat kita mengerjakan hal tersebut. Kasusnya kan mirip, hanya beda tema saja.

Browsing kedua, saya langsung menemukan lagu wake me up when september ends. 
Dari judulnya saja sudah memorable. Ketika mencoba playlist lagu ini, hanya ada satu kata yang saya sendiri belum bisa menerjemahkan. Makjleb. Ada sesuatu yang ingin disampaikan dan sepertinya itu benar-benar dalam banget. Seketika aku browsing video clip serta lirik lagunya. Hhmm, harus bilang apa yaa sama lagu yang satu ini. Hati ini tidak bisa bicara, hanya bisa merasa. Kau adalah lagu yang bisa membuat saya menerawang ke atas, memikirkan sesuatu yang tak kunjung bertepi. Tapi apakah itu? Jawabannya nihil.

Seperti yang sudah ku ceritakan di awal narasi tadi, guess star dari cerita kali ini adalah September. Lagu Wake Me Up When September Ends ini juga semakin membuatku tuing-tuing, apalagi sekarang juga bertepatan dengan bulan September. Hhmm.. rasanya deadlock banget kalau saya nggak bisa menemukan kunci “sebenarnya apa yang saya rasakan ini?” Ohyaa satu hal yang belum saya sebut, lagu ini sama seperti lagu Time of your Life. Saya sering mendengarnya tetapi nggak tahu judulnya apa. Bedanya, lagu Wake Me Up When September Ends ini lebih ngena banget di hati. Apalagi kalau liat langsung video clipnya. There’s something different when I see this story. Ini satu-satunya lagu melow yang bisa membuat otak saya berputar-putar, bukan hanya menikmati estetikanya. Very Inspiring.


Setelah baca artikel, saya baru paham bahwa lagu itu untuk siapa dan mengapa Billie Joe Armstrong menciptakan lagu tersebut. Itu yang membuat saya semakin respect dengan Green Day. Membuat apa yang ia alami menjadi sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang dalam bentuk karya. Which is apa yang dia alami itu tidak sia-sia. Justru bisa menjadi pembelajaran untuk orang lain dan bisa menginspirasi banyak kepala. Dan itu adalah prinsip yang selama ini saya anut juga. Bahwa apa yang saya alami, selalu ingin dibagi dengan banyak orang sehingga itu bisa bermanfaat lebih banyak. Bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. So, kita samaan ya mas Armstrong *mari kita tos dulu* Saya rasa ini juga menjadi satu jawaban mengapa Ichan sangat  mengagumi Anda. Apalagi lagu Wake Me Up When September Ends juga menjadi lagu favoritnya. Hhmm, andai saja Anda ada di Indonesia, pasti saya akan mengajak Anda untuk makan es krim bareng di tempat favorit saya, ofcourse bareng sama Ichan. Hheee.. jadi nglantur.

Dan puncak kenapa saya bisa menulis sampai larut saat ini adalah tragedi semalam. Saya benar-benar tidak bisa tidur padahal esok adalah weekend yang notabenenya itu bisa istirahat dengan penuh senyuman. Kerja libur. Eh, yang ada saya malah stuck di depan Toshi (baca: laptop saya) sampai pagi dan sudah bisa ditebak kalau lagu yang diputar itu just the one and only, Wake Me Up When September Ends. Benar-benar stuck in reverse. Pasalnya, siangnya saya juga sudah menjadi manusia yang paling diheran-herankan di kantor karena seharian itu saya hanya memutar lagu ini untuk didengarkan. What’s up with this song?? Thanks for making me unable to sleep for several days.

Dan akhirnya hari ini saya juga mendapat satu jawaban pasti tentang apa yang selama ini menjadi pertanyaan besar di pikiran saya. Tentang Armstrong yang menjadi nama marga kamu chan. Setelah sekian lama saya hanya bisa menerawang dan mengira-ngira apa itu Armstrong. For today, I know that you’re very loved with (the leader of) Green Day, Billie Joe Armstrong. Yes, I got it right now. Seneng lihat kamu cerita soal Green Day dengan penuh semangat seperti tadi siang.

Dua lagu yang menemani saya menulis artikel ini tentu saja Wake Me Up When September Ends dan  Viva La Gloria. Referensi musik saya bertambah lagi. Terima kasih September yang sudah menggemparkan bumi hati saya. Anda menang bersama Ichan dan teman baru saya, Green Day. Ketemu di kisah september selanjutnya yaa. Sampai lupa kalau ini sudah menjelang subuh. Senyum, semangat!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar