19 Desember 2012

Dongeng Pertama

Disuatu hari yang indah, dikisahkan ada sebuah hutan lebat yang dihuni oleh bermacam-macam hewan. Ada rusa, gajah, tupai, kuda, kura-kura, angsa dan sebagainya. Mereka selalu rukun dan hidup berdampingan. Seringkali mereka mencari makan bersama, mandi bersama dan bersenda gurau di bawah riimbun pohon-pohon besar di hutan itu.
Pada suatu hari, salah satu dari mereka yaitu singa yang sangat ramah dan baik ditarik ke kayangan oleh putri hutan. Singa itu mendapatkan kesempatan langka untuk tinggal bersama paduka raja dan ratu hutan di kayangan karena dia adalah hewan yang paling baik dan selalu membantu teman-temannya ketika hidup di hutan. Paduka raja dan ratu sangat mengapresiasi hal itu sehingga singa hidup di kayangan dengan sangat bahagia dan serba kecukupan.

Lalu, setelah beberapa lama melayani paduka raja dan ratu hutan di kayangan, singa dikembalikan lagi ke asalnya. Ia harus turun ke hutan lagi dan membaur bersama yang lain karena keinginan terbesar raja adalah agar ia bisa mengajarkan kebaikan seperti yang dilakukan oleh paduka raja ke singa itu.

Ketika masuk hutan pertama kalinya, singa bergaya seperti orang borjuis. Memamerkan segala yang ia punya dari hasil mengabdi kepada paduka raja. Ia Awalnya rusa, gajah, tupai, kuda, kura-kura dan angsa sangat bergembira menyambut kedatangan singa. Mereka merindukan singa yang sangat baik itu. Mereka berencana membuatkan makanan dan acara api unggun nanti malam. Namun, sebelum acara itu digelar, teman-teman singa merasakan sesuatu yang berbeda. mereka merasa dia bukan singa yang ia kenal dulu.

Sikap singa berubah drastis, tidak seperti sebelum ia berangkat ke kayangan dulu. Ia menjadi hewan yang sombong dan tamak terhadap apa yang ada di depannya “heii dasar gajah gendut, pergi kau dari hadapanku.. aku tak mau lagi bermain sama kalian. Kalian kan udik” Ia menghina semua teman-teman yang sudah mempersiapkan acara penyambutannya kembali ke hutan.

Semua teman-temannya sangat menyayangkan hal ini. Mereka kecewa terhadap singa. Singa tetap saja sombong. Ia seperti tidak mau menerima sambutan gembira dari teman-temannya. “hai singa.. kami melakukan ini semua buat kamu. Kami senang kamu kembali” celetuk rusa dengan lembut. Bahkan singa menjawab dengan sinis kepada semua hewan yang sedang mempersiapkan api unggun, “ah, seleramu buruk sekali rusa. Aku tak suka semua ini, aku bisa menyiapkan sendiri acara yang lebih mewah” singa itu semakin menjadi-jadi sombongnya.

Dengan sangat kecewa akhirnya rusa mengajak semuanya untuk bubar. Dengan suara lantang ia berteriak “jangan lagi memperdulikan singa sombong ini teman-teman. Mentang-mentang kaya, dia sudah lupa siapa dia sebenarnya. Dia sudah lupa sama kita” Akhirnya rusa, gajah, tupai, kuda, kura-kura dan angsa berhamburan menuju ke gubug masing-masing.

Lalu di hutan rimbun itu hanya tinggal singa sendirian. Dia diam. Tiba-tiba semut merah menghampirinya dari lubang di tanah dan berkata “singa, aku mendengarkan semuanya. Seharusnya kau tak seperti itu kepada teman-temanmu” Singa tetap tidak memperdulikan apa yang dikatakan semut merah. Singa merasa tak pelu siapa-siapa lagi karena dia sekarang sudah cukup kaya. Semua barang-barang berharganya ia letakkan di kantong putih yang ia gendong di punggungnya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara air bah menghantam telinga. Rupanya banjir bandang melanda hutan tersebut. Semua hewan yang ada di hutan berusaha untuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Ada yang naik ke pohon, ada yang mengikat dirinya ke pohon dan ada yang membuat pertahanan dengan lari tunggang langgang menuju perbukitan. Namun, singa yang satu ini sibuk menyelamatkan barang-barang berharganya. Ia lupa dengan banjir bandang itu justru akan menyeret tubuhnya jika ia tak segera menghindar. Akhirnya barang-barang berharga tersebut lenyap ditelan air bah bersama pemiliknya. Singa meninggal terseret arus banjir yang sangat dalam.

Ketika banjir sudah reda, jasad singa itu nyangkut di ranting pohon jati yang tumbang. Ia meninggal sambil memeluk kantong putih tempat barang-barangnya. Ketika kura-kura tahu, ia langsung memberitakan hal yang menyedihkan ini ke teman-temannya. Serentak semua berkumpul di sudut tempat jasad singa itu terkapar dingin. Mereka terlihat sedih lalu angsa putih itu berkata “teman-teman.. janganlah kita hidup seperti singa, ketika sudah menerima banyak kebaikan malah ia menjadi sombong” kemudian tupai menambahkan “iyaa.. kita tidak boleh sombong. Kita harus bisa berbagi kepada sesama karena berbagi itu hal yang indah untuk dilakukan” Mereka langsung mengubur singa di hutan rimbun itu dan mereka membagi-bagikan barang itu kepada yang membutuhkan. Semenjak itu, hidup hewan-hewan di hutan itu kembali bergembira dan lebih mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan.

1 Desember 2012

Keluarga Besar GMC

Niatnya langsung tidur untuk melepas lelah setelah seharian have fun dengan segala aktivitas yang rupanya sudah menjadi rutinitas. Di perkembangan jalan menuju pagi, yang ada malah begajulan via twitter. Ini sebenarnya efek rindu sama GMC. Graphic Mountain Climbers, organisasi ekstrakurikulerku waktu di SMK dulu. Share tentang kerinduan petualangan dan orang-orang di dalamnya membuatku tak bisa tidur dalam gelap. Aku harus menumpahkan semuanya, melalui twitt bahkan sampai pada tulisan ini.

Surga kecil malam ini datang tiba-tiba. Aku di telepon kakak kelas SMK, sekaligus senior mbolang bareng di organisasi pecinta alam dulu. Dia adalah mas Inod. Mas yang satu ini memang salah satu yang terdekat, sudah ku anggap seperti mas ku sendiri. Komunikasi kami tetap terjaga sampai sekarang. Dia selalu mengayomi adek-adeknya, apalagi aku pribadi sama dengannya. Tinggal di perantauan.

Satu hal yang menjadi nilai distinctive di keluarga besar GMC adalah para senior yang benar-benar mengayomi juniornya dengan sepenuh hati. Almost with smiley. Atmosfer kekeluargaan benar-benar tumbuh dan dikembangkan dengan baik disini. Senior, yang tak bisa ku sebutkan satu-satu namanya selalu mengajarkan hal ini. Selalu menjunjung tinggi value yang menjadi landasan kami. Juga terhadap seseorang yang menjadi bapak kami di keluarga ini. Beliau adalah Pak Rukhan, yang mengajarkan banyak pengalaman untuk bisa survive.

Mereka selalu support kalau ada event lomba yang berhubungan dengan passion kami disini. Sebut saja lomba climbing di Malang. Sampai sekarang aku akan slalu mengingat detail ini. Ketika diajarin climbing pasti secara reflek langsung memasukkan jari tangan ke lubang wall. Ntah karena apa, tapi aku memang sering melakukannya. Hal ini menjadi bahan becandaan teman-teman karena habbit seperti ini sebenarnya tidak bagus untuk menjadi seorang atlet wall climbing. Event di Jonggring Saloka yang menurutku paling memorable ketika aku masih SMK. Mereka sorak sorai berteriak untuk menyemangati juniornya, menyemangati almamternya untuk bisa mendapatkan kebanggaan.

Happy bareng-bareng, susah juga bareng-bareng. Dulu kami sering mbolang dengan cara gratisan. Hampir setiap minggu kami keluar, bercengkrama dengan ramahnya alam. Jika tidak, kami selalu berkumpul di sekolah setiap hari minggu.  Sering juga bantingan untuk beli makanan. Setelah itu dimakan rame-rame sambil hahahihihiiiii. Saling berbagi ilmu, pengalaman, canda, tawa, terharu dan rasa nanonano yang lain. Tempat yang paling seksi untuk kami di sekolah adalah perpustakaan. Disitulah keluarga besar kami sering berkumpul. Perpustakaan Grafika menjadi tempat struggling yang membentuk kami menjadi manusia yang (bisa) selalu peduli terhadap sesamanya. Area perpustakaan juga bertepatan dengan area wall climbing.

Ketika sekarang mengingat momen-momen itu, yang ada hanya senyum dua jari dan ingin mencoba mesin waktu untuk kembali ke momen itu. Spot mbolangnya sudah pasti alam raya yang dimiliki kota Malang. Sangat luas, indah tak berdetak. Coban Pelangi, Coban Glotak, Coban Jahe, Coban Rondo, Coban Manten, Coban Tengah, Gunung Panderman, Pantai Ngliyep, Kondang Merak, Modangan, Sendang Biru dan yang lainnya menjadi tempat tumbuhnya benih kehangatan keluarga besar GMC. Terlebih lagi, Panderman.  Satu tempat ini sepertinya mengandung banyak sejarah cerita yang jika diulang akan membuat pendengarnya kangen bertubi-tubi.

Selain itu ada satu momentum yang paling dinanti-nanti oleh keluarga besar GMC. Diklat Anggota. Momen ini dianggap paling sakral untuk kami semua. Cara dan pengalaman yang ada di dalamnya benar-benar hanya aku dapatkan disini. Ngebully dengan cara yang logis dan membuat kami lebih tough. Yang jelas, i feel free for this case. Glad it through it all. Momen ini sangat ditunggu, baik untuk junior yang baru masuk maupun untuk senior. Diklat itu menjadi semacam hajatan akbarnya GMC.

Banyak perubahan yang terjadi. Aku yang sekarang nyangkut di Jakarta dan yang lain menyebar luas di beberapa kota untuk mencari ilmu, pengalaman dan penghidupan yang tak berkesudahan. Ketika barusan ngobrol banyak dengan mas Inod, bernostalgia tentang yang lampau, rasanya waktu memang berjalan begitu cepat. Dan sekarang.. berjalan 4 tahun jauh dari GMC karena alasan klasik. Jarak.  Yaa, jarak itu kadang memang bikin ngelus dada (seperti pasangan LDR) hhee.. Tapi justru dengan itu feelnya lebih dapet. Prosesnya lebih terasa dan nikmatnya mbolang juga terasa sampai ke ulu hati.

           Ah.. Benar-benar merindukan kalian. Bukan sebatas rindu dengan orang-orangnya, tetapi juga rindu mbolang dan momen yang lainnya. Mbolang pas jaman itu lebih enak dan natural, apalagi kalau kami semua sedang dalam taraf bokek alias uang pas-pasan. Hhmm.. namanya juga masih anak SMK. Semua terasa lebih sederhana dan feel deeply.

Thank you mas Inod untuk surga kecil malam ini. Share planning for future life be the nice closing. See you there, Malang. Next, reach Sempu with the glory of GMC *hopefully*

Bahagia bisa tumbuh dan berkembang bersama kalian. Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga besar GMC menjadi saksi perjalanan panjang hidupku sampai di titik ini, ketika aku mengetik cerita ini.

Sedikit kutipan yang ku ambil dari ayat suci sansekerta Hindu, yang juga ditulis di gedung Parlemen India. sepertinya ini memang untuk kita semua. 

Ayam Nijah Paroveti Ganana Laghu Chetasaam. Udaara Charitaanaam tu Vasudhaiva Kutumbakam” Artinya “pemikiran yang sempit mengatakan ini adalah milikku, itu adalah milikmu, tapi pemikiran yang lebih luas akan mengatakan dunia ini adalah sebuah keluarga”  layaknya kita yang menjadi bagian dari keluarga besar GMC.