20 April 2012

Cinta dan Pemaafan

Sudah menjadi kodratinya bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia membutuhkan bantuan, baik dari manusia yang lain atau sektor pendukung yang menyokong pertumbuhan hidupnya secara berkesinambungan. Secara ilmiah, manusia juga disebut sebagai homo sapien dimana ia akan tumbuh menjadi makhluk yang lebih istimewa dari yang lain karena ia memiliki akal, budi pekerti dan hati yang dapat digunakan untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Dengan gagasan inilah, manusia sudah selayaknya hidup berdampingan, tolong menolong dan senantiasa menebarkan kasihnya bersama orang lain.

Dalam kehidupan sosial, manusia akan selalu masuk ke dalam tataran adat masyarakat dimana ia tinggal. Disinilah ia dituntut untuk hidup saling berbagi, memahami, toleransi dan seharusnya saling memaafkan kesalahan. Sama-sama menghapus hutang emosi, berdamai dan melepaskan emosi pahit, baik dengan diri sendiri maupun orang lain. 

Pemaafan dalam konteks relasi individu maupun konteks bermasyarakat tampaknya sangat relevan dengan kehidupan bangsa kita. Konflik antar pribadi yang jumlahnya tidak terbilang juga menghasilkan banyak trauma. Selain itu banyak peristiwa besar bangsa yang menorehkan luka-luka psikologis pada banyak individu, antara lain peristiwa G30SPKI, pembunuhan misterius pada tahun 1980-an, peristiwa Tanjung Priok, kerusuhan massal pada tahun 1998, dan lain sebagainya.

Masyarakat yang terkait dengan kejadian di atas banyak yang tidak bisa memaafkan lantaran rasa sakit hati yang masih tumbuh di hati. Banyak keluarga yang ditinggalkan oleh sang korban dan tidak mendapat ganti apa-apa. Seseorang berat untuk memaafkan orang lain atau bahkan suatu kejadian karena dikiranya memaafkan justru akan membebaskan orang lain dan merugikan diri sendiri. Padahal, sesungguhnya dengan memaafkan orang lain itu akan menguntungkan diri sendiri dan orang lain juga dan sebaliknya juga. Berbagai bukti psikologis menunjukkan bahwa orang yang tidak memaafkan akan dirugikan karena ia menyimpan sumber penyakit dalam hatinya. Orang yang merasa dosanya tidak termaafkan akan mengisi hari-harinya dengan penuh rasa bersalah, yang itu berperanan dalam menurunkan kualitas hidup seseorang.

Hidup bermasyarakat seyogyanya dijalani dengan tulus ikhlas. Penuh cinta kasih dan tanpa pamrih. Tetangga, saudara yang paling dekat dengan kehidupan kita. bersamanya manusia yang satu dengan yang lain akan menjalani hidup sampai pada titik terakhirnya sehingga harmonisasi sangat diperlukan untuk membuat hidup terasa nyaman. Namun, tak jarang konflik antara satu sama lain itu juga terjadi. Seperti bulu dalam domba. Konflik tercipta untuk membuat manusia selalu mawas diri terhadap apa yang dilakukan. Konflik bisa menyadarkan, bukan hanya menyakitkan. Masukkanlah cinta kasih antar sesama di dalamnya karena itu merupakan kunci pemaafan yang arif. Cinta akan selalu memaafkan, itulah yang dikatakan Ajahn Bram pada bukunya “si cacing dan kotoran kesayangannya”

Berdamai, itu yang sering didengar tetapi mungkin sulit pada tahap pengaplikasiannya. Damai yang sebenarnya adalah damai terhadap diri sendiri, tidak memenjarakan diri atau tubuh terhadap sesuatu yang ingin dilakukan. Dalam kehidupan sosial, berdamai sangat penting dijadikan instrumen untuk hidup secara aman. Meski sebenarnya tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan manusia selalu berasal dari latar belakang yang beragam. Satu manusia akan selalu membawa banyak identitas. Tidak ada identitas tunggal yang dibawa manusia sejak ia lahir. Ragam budaya, tradisi, adat, kepercayaan, norma dan aturan biasanya yang menjadikan sumber perpecahan apabila di dalamnya tidak ada rasa memahami dan “better understanding” antar sesama. Keragaman tersebut sebenarnya akan bermuara pada titik temu bahwa disetiap perbedaan pasti ada benang merah persamaan yang merajut. 

Agama yang paling signifikan dicermati dalam kehidupan bermasyarakat. Sering kali manusia mempersalahkan orang lain karena alasan agama. Tentunya dalam hal ini agama yang dianut mungkin berbeda, atau justru masih dalam satu agam namun berbeda sektenya. Saya sangat yakin bahwa tuhan selalu menebarkan cinta kasihnya. Tuhan selalu berbelas kasih dan penuh pemaafan. Jika terjadi kerusuhan massal dengan atribut agama, sudah pasti itu bukan keinginan tuhan. Tuhan itu baik. Cinta kasih antar sesama harus dibangun untuk menuju hidup yang sesungguhnya. Hendaknya kita sebagai bagian dari masyarakat selalu berperilaku atas dasar religiusitas. Perilakunya yang benar-benar memiliki semangat religiusitas, bukan hanya menjadikan agama sebagai tameng dalam norma masyarakat. Perilaku itu hendaknya penuh kasih, yang muaranya adalah tuhan. Tuhan yang disebut dalam banyak nama dan cara. Itulah tuhan saya dan tuhan kalian semua. Seperti yang dikatakan Romo Magnis Suseno bahwa dalam melihat perbedaan sering kali manusia saling menyalahkan dan hany melihat permuakaan yang paling atas dari suatu masalah . Menganggap bahwa pilihannyalah yang paling benar. Itulah yang seharusnya diluruskan. Ketika melihat suatu konteks kerusuhan massal atas nama agama, harusnya kita melihat manusia sebagai individu, bukan dalam konteks agama yang dilembagakan. Rasa cinta kasih dan penuh pemaafan yang akan membuat manusia lebih mengerti akan indahnya perbedaan. Dan tentunya di setiap rasa sakit, pasti tuhan menciptakan obat mujarab yang membuat manusia berdiri lebih kokoh. Memaafkan akan membuat hati terasa lebih damai dan hangat. 

Cinta muncul karena perbedaan sehingga tuhan menciptakan makhluknya dalam berbagai warna dan jenis. Dengan karakter-karakter yang menjadi ciri manusia dengan yang lainnya. Dalam bukunya, Ajahn Bram juga mengajarkan bahwa cinta akan selalu menerima. Menerima baik dan buruknya, dan akan selalu memaafkan. Cinta yang tulus akan menjadikan kita lebih banyak beraktualisasi dengan orang lain sekaligus membebaskan. Contoh kecil yang ada dalam kehidupan keluarga misalnya, orang tua dan anaknya. Sebandel apapun anak, orang tua akan senantiasa memaafkan kesalahan karena rasa cinta yang memang begitu besar. Dalam kehidupan sosial, jika masyarakat melakukan hal tersebut maka harmoni akan terbentuk dengan alaminya. Bahkan dalam hubungan suami istri -yang pernah saya dengar- sang istri menyebutkan bahwa “kesalahan suamiku akan ku terima sebagai cinta”. Kunci pemaafan yang kuat adalah rasa cinta yang tulus karena cinta dan pemaafan tidak akan dapat dipisahkan. 

Memupuk rasa cinta kasih antar sesama dalam kehidupan masyarakat tidaklah secara instan terjadi. Begitu juga dengan pemaafan. Dua hal itu merupakan proses yang akan selalu berinovasi menuju kebaikan hidup. Menjalani proses belajar memaafkan dan menumbuhkan rasa cinta kasih yang tulus akan membuat manusia lebih bisa memaknai kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar