20 Februari 2012

Korupsi Waktu Sebagai Bagian Dari Petty Corruption


Teman-teman pembaca, sebenarnya tulisan ini bersembunyi di laptop untuk sekian lama. Aku membuatnya beberapa bulan yang lalu. 
 
Siang ini mata kuliah Anti Korupsi dimulai lagi di PGS. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini kelompokku presentasi tentang progres investigasi petty corruption. Kebetulan tema yang kami pilih dipertemuan sebelumnya adalah menganalisa waktu keterlambatan dosen Universitas Paramadina. Kami sengaja mengambil tema tersebut karena itu dalam kategori petty corruption. Selain itu karena notabenenya Paramadina sangat menjunjung tinggi nilai anti korupsi dan hal tersebut sudah menggaung di dunia nasional maupun internasional. Simpelnya, kami ingin mengetahui seberapa jauh Universitas Paramadina benar-benar menjalankan nilai tersebut. 

Kembali ke tema investigasi, awalnya aku ingin mengangkat tema “Anti Nitip Absen”. Namun jika dikaji ulang, peristiwa nitip absen bukan lagi korupsi karena kuliah atau tidaknya mahasiswa sebenarnya itu hak mahasiswa itu sendiri bukan kewajiban terhadap kampus tetapi kewajiban terhadap siapa yang membiayai kuliahnya (menurutku) karena mahasiswalah yang membayar ke universitas. Paling tidak tragedi nitip absen ini merupakan pertanggungjawaban terhadap siapa yang telah membiayai kuliah mahasiswa-mahasiswa tersebut. Jika dana berasal dari orang tua maka kita sudah melakukan korupsi terhadap orang tua, yang pasti diri sendiri juga dirugikan.

Akhirnya, aku dan teman sekelompok maju diurutan kedua setelah kelompok lain presentasi dengan tema korupsi yang terjadi saat pembuatan paspor kilat di daerah Jakarta. Slide pun sudah kami siapkan dan  speakernya, syaiful Choirudin bersiap menerangkan progres yang sudah dilakukan dalam kasus Keterlambatan dosen universitas Paramadina dalam pengajaran di kelas. Presentasi pun kami jalankan dan muncul beberapa argumen yang berlawanan mengenai tema yang kami angkat. Dosenku tidak menyetujui tema ini. Bagi aku pribadi ini sungguh aneh. Beliau menjelaskan hal-hal yang mendukung argumennya bahwa tema tersebut sudah selayaknya tidak dilanjutkan. Padahal menurutku tema ini cukup layak untuk ditindaklanjuti karena korupsi bisa dilihat dari beberapa dimensi, bukan hanya korupsi yang berbau dengan keuangan. Ini sudah berkaitan dengan korupsi waktu. Sebenarnya ini merupakan hal kecil yang mungkin jarang dilirik orang karena merasa “ini bukan urusan saya”. Menyukai kedetailan menjadi dasar dalam mengangkat tema yang sebenarnya jarang dilirik orang tetapi efeknya bisa menimbulkan kerugian yang besar bagi kampus. Banyak hal di sekeliling kita tetapi jarang dilirik dan lebih memilih untuk mencari kasus-kasus yang sebenarnya memiliki tingkat benefit yang sedikit untuk ke depannya. Dengan tema ini, kampus bisa mengetahui kinerja dosen Paramadina dan bisa menjadikannya evaluasi untuk meningkatkan kualitas SDMnya. Namun, pemikiran dosen Ankor kami justru berbeda. Beliau menekankan kepada kelompokku untuk mencari tema lain karena tema ini tidak terlalu worted untuk dibahas. Kami pun survey ke beberapa dosen Ankor lain, rata-rata beliau semua mendukung argumen kami yang ingin mempertahankan tema ini.  

Kelompokku menjelaskan metode yang akan kami laksanakan berkaitan dengan investigasi yang seharusnya dilakukan. Mulai dari apa itu petty corruption, mengapa mengangkat tema ini, strategi yang akan kami tempuh dan feedbacknya seperti apa. Invenstigasi kami ganti dengan metode analisa yang akan dimonitoring oleh beberapa mahasiswa dari kelompokku sendiri. Kami mengumpulkan data yang valid tentang waktu keterlambatan dosen saat masuk kelas dan waktu dosen saat lebih cepat meninggalkan kelas melalui adanya form. Form yang sudah dibuat bertujuan mengetahui seberapa besar tingkat korupsi waktu yang dilakukan oleh dosen yang nantinya akan ditandatangani oleh 3 orang saksi mata. Nantinya waktu keterlambatan ini akan kami akumulasikan dan dibagi dengan total waktu yang seharusnya digunakan dosen untuk mengajar. Analisa ini akan kami lakukan selama satu bulan dengan mengambil sampel dari 7 dosen di 7 mata kuliah yang kami ambil disemester V ini. Setelah total waktu keterlambatan diketahui, beralih pada penjumlahan akumulasi waktu tersebut dengan gaji dosen/orang. Yaa, kami sudah mengetahui bahwa gaji setiap dosen pun tidak sama. Ini berkaitan dengan gelar masing-masing dosen dan keaktifan beliau-beliau dalam menjalankan tugasnya. Jika dosen tidak aktif dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik masa perpanjangan waktu kerja juga akan dihentikan. Dan kami pun tahu bahwa gaji dosen juga berasal dari bagaimana pengabdian masyarakatnya, penelitian dan hal lain yang dilakukan selain jam mengajar dan gelar yang dicapai. Hal ini kami ketahui dari dosen Ankor yang memang berusaha menolak ide kasus yang kami angkat. Setelah jumlah uang diketahui maka kami akan mengalikan ini dengan 12, sesuai jumlah bulan dalam setahun. 

Berkali-kali kelompokku memberikan argumen tetap saja disanggah oleh beliau. Rupanya dosen Ankor kami memang memiliki sentimen pribadi terhadap kelompok kami karena kami berlatar belakang dari prodi DKV semua. Kami juga mengamati bahwa tidak hanya satu kali ini beliau menyebut-nyebut DKV di kelas Anti Korupsi yang seharusnya harus diajar dengan sistem keprofesionalan. Ketika ada salah satu anggota kelompok yang melakukan pembelaan argumen, beliau membantahnya dengan nada bicara yang sedikit kasar yang seharusnya tidak dilakukan oleh akademisi. Yaa, sebenarnya aku  juga paham bahwa sentimen itu muncul karena beliau akan menjadi salah satu target yang akan kami analisa dan takut jika keburukannya akan diketahui dan dipaparkan. Beliau tidak ingin bahwa jika memang buruk, hal itu diketahui oleh publik di Universitas Paramadina apalagi beliau merupakan orang humas. Jika memang kampus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai korupsi dan bahkan menjadi percontohan di kampus lain, mengapa harus takut untuk diselidiki?

Penilaian yang dilakukan dosen tersebut sangat tidak obyektif. Sebelumnya, aku sudah melakukan analisa dari beberapa teman yang mengambil mata kuliah yang sama dengan dosen yang sama pula. Hasilnya nilai selalu tidak jelas dan yang jelas lagi, aku berada di kelasnya. Semoga ini tidak terjadi di semester ini dan semoga semuanya hanya pikiran negatif saja. 

Untuk mendukung argumen yang ingin kami pertahankan, kelompokku mempunyai inisiatif untuk melakukan dokumentasi terhadap investigasi yang akan kami lakukan kepada dosen Anti Korupsi di kelas yang lain -yang justru mendukung tema kelompokku-. Rencananya kami akan melakukan report dalam bentuk video hasil wawancara, statement yang diungkapkan dosen-dosen tersebut akan kami print out dan ditandatangani oleh dosen yang bersangkutan. Selanjutnya bukti otentik ini akan kami bawa ke dosen Ankor kami dengan tidak lupa mencari ide-ide yang tentunya lebih gila. Kami sudah paham jika penilaian yang subyektif ini akan mengakibatkan kami mendapat nilai down. Ini juga berdasarkan pengalaman sebelumnya dari beberapa temanku yang juga diajar oleh dosen tersebut. Aku dan kelompok yang lain  berharap agar sistem yang seperti ini sudah tidak ada lagi dikemudian hari, apalagi jika dilihat Universitas Paramadina yang selalu heboh dengan nilai-nilai anti korupsi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar