6 Oktober 2012

Visi Mulia Untuk Jadi Akademisi

Siapa yang tidak tahu guru? Jawabannya pasti sorak sorai. Bahkan anak PAUD pun pasti tahu ketika ditanya soal guru. Manusia-manusia mulia yang hadir disekeliling kita hampir setengah hari penuh mendidik kita. ntah itu di bangku formal sekolah atau informal. Bisa dibilang guru adalah orang terdekat kedua setelah orang tua saya sendiri.

Sebenarnya saya mendapatkan insight nulis artikel ini ketika dalam perjalanan Jakarta – Jogjakarta dalam menunaikan sebuah misi penting. Hari itu bertepatan dengan  hari guru internasional, 4 oktober 2012 kemarin. Ketika itu kereta sudah mendekati Jogjakarta. Pagi yang sangat cerah ditambah dengan pemandangan yang serba menyejukkan hati dan mata.

Sepanjang jalan banyak anak yang berangkat sekolah. Banyak dari mereka yang diantar oleh orang tua tercintanya. Kebanyakan adalah bapak-bapak. Alasannya mungkin ibu-ibu sedang sibuk mengurus domestik rumah tangga keluarganya. Orang tua itu memasang wajah sumringah dan penuh harapan menatap masa depan anaknya. Sebenarnya ini refleksi perjalanan hidup saya sendiri. Ingat kalau dulu pas sekolah juga seperti ini. Hheee.. Sesampainya di sekolah, mereka akan disambut guru-guru yang hangat dan mendidik. They’re transfer of values to the students.

Happy world’s teachers day, guru-guruku. Terima kasih atas segala jasa-jasamu.

Tahun lalu saya merasa mendapat wangsit dari Tuhan dan alam raya. Ketika itu juga pikiran saya langsung manuver 360 derajat untuk tujuan keren dan mulia. Jadi akademisi. Dulu waktu masih duduk di SMK, saya sangat menjauhi angan-angan semacam ini. Menjadi guru bukanlah pilihan menurut saya waktu itu. Alasannya, ketika saya menjadi mahasiswa sekarang saya bisa melakukan banyak hal, mengelilingi banyak tempat baru dengan tujuan yang selalu exciting. Tapi lihat guru saya di SD, SMP atau SMK. Sampai sekarang beliau setia mengabdi pada anak didik bangsa.

Saya mengambil kesimpulan, untuk menjadi guru atau akademisi itu butuh passion dan harus merasa terpanggil. Tidak asal jalan karena menjadi guru berarti akan sering melakukan interaksi sosial. Harus benar-benar mau dari hati.

Dan seiring berjalannya waktu, saya kembali menemukan jawaban yang cukup saya nantikan bertahun-tahun. setelah melalui perdebatan dalam hati, saya memilih untuk menambahkan cita-cita saya di dunia akademik yaitu dengan jalan menjadi akademisi. Mengapa saya tiba-tiba saja muter otak?? Yaaa.. akhirnya saya menyadari betul peranan guru. Sungguh mulia menjadi bagian dari alat pencerdas bangsa. Kalau tadinya mikir nggak mau jadi guru karena pasti bakalan stag, but sekarang saya justru mikir kebalikannya. Siapapun yang stag, itu jelas karena probadinya sendiri. Karena mentalnya, bukan karena keinginannya dalam mewujudkan mimpi atau objek mimpi tersebut.

Dan tepat bulan april lalu, ibarat sebuah kado datang dari Malang. Pagi-pagi saya mendapat telpon dari pak Hedin, guru SMK saya. Beliau meminta saya untuk mengajar di SMK. Waktu itu saya hanya bisa mlongo. Mengapa?? Karena pagi-pagi sekali telpon itu berdering, belum sempat beraktivitas. Lalu pak Hedin membawa satu misi mulia untuk saya. Segera saja, bulan oktober ini harusnya saya sudah bisa mengajar di Malang. Letupan hamdalah dari hati selalu menggema.

Antara bingung, kaget, senang dan banyak rasa nanonano. Masalahnya, saat itu saya masih semester 6. Skripsi saja belum. Tapi semua ini patut untuk disyukuri. Saya sangat percaya everything happens for a reason. Nggak ada yang tiba-tiba jatuh dari langit kecuali serendepity.

Ofcourse, tetap di bidang yang saya sukai karena saya diminta mengajar broadcasting. So, let it flow. Saya cukup bangga bisa menjadi anak bangsa Indonesia. Dulu saya dicerdaskan oleh banyak pihak dan sekarang giliran saya untuk menyebar lebih banyak kebaikan yang bisa saya lakukan dengan cara ini.

Saya tidak lagi hanya memiliki cita-cita di industri kreatif tetapi saya juga ingin terjun langsung ke dunia akademik. Kalau kata kakek saya “diambil saja nduk. Menjadi guru adalah hal yang mulia. Bisa turut mencerdaskan anak yang tadinya belum tahu apa-apa sehingga Ia nantinya menjadi raja di negerinya sendiri. Mengacalah pada diri samean sendiri” Hhmm, subhanallah.. seperti ditabok keliling muka. Statement kakek saya benar-benar makjleb dan harus saya akui, saya pun bilang “iyeeeeesss”

Bicara soal guru, sebenarnya tulisan ini juga saya buat special tribute to (alm.) pakde saya. Pakde yang juga seorang guru di Malang. Beliau ambil bagian dalam mencerdaskan anak bangsa. Anak desa lebih tepat karena saat itu pakde mengajar di salah satu sudut desa tterpencil di Malang. Sampai saat ini saya rasa pakde tetap eksis dan “panjang umur” Yang tiada hanyalah raganya saja karena panjang umur bukan berarti harus bisa hidup beribu tahun lamanya. Tetapi bagaimana nama dan jasanya tetap eksis di dunia sosial meski raga tak lagi bersamanya. Sampai sekarang, nama dan jasa baiknya masih tetap diperbincangkan di kalangan murid, wali murid, sesama guru dan juga warga yang mengenalnya. Beliau menjadi teladan yang sangat baik. Dan saya rasa pasti pakde saya juga akan sangat senang mendengar berita baik ini bahwa saya akan mengajar beberapa saat lagi. Ntah itu bulan depan, tahun depan atau depannya lagi.

Keinginan menjadi akademisi juga semakin dikuatkan ketika suatu waktu itu saya sedang ngobrol hangat dengan kakak kelas saya. Namanya mas Inod. Tiba-tiba saja mas Inod nanya apakah saya punya keinginan jadi guru. Hhmmm, diieeeeng..

Saya punya prinsip bahwa apa yang saya dapatkan saat ini adalah hasil bantuan dari banyak pihak yang dinamakan proses pembelajaran. Proses itu yang selalu mengajari saya untuk menjadi manusia yang lebih baik. Dan saya tidak ingin menyimpan apa yang saya miliki sendirian. Ilmu yang sepatutnya di share ulang ke yang lainnya. Tidak banyak orang yang memiliki keinginan mulia seperti itu ketika dirinya sudah masuk dalam kawah kesuksesan. Waktu itu mas Inod juga mengatakan hal yang sama. “Di usiamu yang segini, ketika mungkin teman-temanmu masih mondar mandir tapi kamu justru banyak pengalaman di banyak hal. apalagi kamu juga cerdas. Berharap banget kalau kamu punya keinginan menjadi guru Fit.." Anak Indonesia butuh orang-orang sepertimu” Subhanallah.. Speechless seketika. Alhamdulillah.. terima kasih mas Inod yang sudah membangun memori-memori ini beberapa tahun lalu. Saya merasa semakin terpanggil.

Pendidikan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam membangun bangsa yang kreatif. Kemudian, didukung dengan kapabilitas guru yang memberikan pengajaran pada anak didiknya. Hendaknya guru bisa mengajarkan apa yang baik dan membangkitkan daya imajinasi serta kreatifitas anak. Tidak hanya itu, guru seharusnya juga kritis dalam memberikan alasan-alasan yang memang dirasa benar atau salah sehingga siswa didik pun akan berpikir, tidak hanya mengiyakan atau hanya sekedar mengahafal. Guru juga harus bisa mendidik, bukan hanya mengajar karena pada dasarnya dua hal ini berbeda. Mendidik berarti mentransfer value-value dan materi pelajaran sehingga kedekatan emosional antara guru dan siswa terikat. Pendidikan karakter juga terwujud dari adanya kegiatan mendidik, bukan hanya sekedar mengajar.

Dari serangkaian kabar baik tersebut, sebenarnya saya sendiri masih belum memutuskan untuk “deal” mengajar di dua tempat itu. Saya punya janji sakti untuk daerah saya sendiri. Dan menjadi akademisi itu juga sejalan dengan cita-cita saya untuk merealisasikan berdirinya Langit Biru Foundation. Satu langkah lebih dekat menju mimpi ini.

Apakah saya harus menerima pinangan guru atas nama ilmu? Hhmm, sampai saat ini saya masih terus brainstorming. Sebagai putri daerah yang merantau untuk mencari ”bekal” sebanyak-banyaknya, saya memang punya janji sekaligus tanggung jawab terhadap kota kelahiran saya ini. Namun, saya rasa mungkin waktunya bukan sekarang. Saya masih harus mencari bekal sebanyak-banyaknya karena jika kembali ke daerah sekarang itu terlalu prematur untuk dilakukan. Saya merasa ilmu saya masih sangat kurang. Saya ingin terjun di satu sisi cita-cita saya dulu. Industri kreatif.

Saya pasti akan kembali ke Malang, one day. membesarkan kota saya sendiri dengan bekal yang saya dapatkan dari orang lain, dari banyak kota-kota lain dan dari berbagai pengalaman yang saya miliki. I know I can.

Dulu saya dididik oleh guru-guru dari banyak versi. Mulai dari yang diktator, baik, humoris, woles sampai yang killer sekalipun.  Dan tentu saja saya kepikiran gimana yaa ketika moment itu benar-benar berbalikan nanti. Itulah gunanya belajar. Dulu hanya bisa jadi pengamat. Sekarang justru jadi subjek penggerak. Senangnyaaaa.. Dan satu lagi, anak SMK jaman sekarang berbeda dengan angkatan saya dulu. Pasti murid saya lebih gede daripada gurunya sendiri.

Terima kasih untuk orang tua saya yang sangat super dalam mendidik anaknya. Untuk kakek nenek saya yang selalu menebarkan benih kasih untuk generasinya juga untuk keluarga saya yang begitu hangat. Terima kasih juga untuk guru saya mulai dari SD, SMP, SMK dan juga dosen saya di Paramadina yang sudah memberikan banyak ilmu dan pelajaran kehidupan. Guru tidak selalu orang tua yang memakai seragam dan datang ke institusi pendidikan. banyak teman-teman yang juga menjadi guru saya. saling share knowledges yang dimilki. Semoga ilmu ini akan senantiasa berkah dan bisa terus menyebar luas ke manusia penuh harapan yang ada di muka bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar