Figur yang dikenal sebagai Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto ini lahir di Madiun, 16 agustus 1882. Ia adalah keturunan dari keluarga priyayi yang religious. Secara formal ia tak pernah nyantri melainkan menempuh sekolah dengan sistem pendidikan barat sehingga ia menguasai bahasa inggris dan belanda. Pasca lulus dari sekolahnya, Tjokroaminoto pernah menjadi juru tulis patih di Ngawi yang kemudian membawanya pada pekerjaan menjadi pembantu utama bupati. Beberapa tahun kemudian, ia dan istrinya pindah ke Surabaya dan bekerja di perusahaan swasta. Kala itu, istrinya mengelola bisnis kos-kosan. Salah satu anak kosnya yaitu Soekarno yang tidak lain merupakan presiden pertama RI. Waktu itu ia duduk di HBS Surabaya.
Kepindahannya ke Surabaya membuatnya terjun ke Sarekat Islam yang awalnya bernama Sarekat Dagang Islam. Ketika itu, Samanhoedhi -sebagai ketuanya- berpendapat bahwa Sarekat Dagang Islam mesti diperlebar cakupannya, bukan hanya mengurusi soal perdagangan tetapi juga soal politik dan dakwah. Maka ia pun mencari kader untuk mengurusi hal ini dan Tjokroaminoto adalah kandidatnya. Samanhoedhi mendengar bahwa Tjokroaminoto dididik dengan sistem pendidikan barat dan tentunya memiliki keberanian kuat karena dilihat dari aspek ia berani keluar dari pekerjaan sebelumnya sebagai pegawai negeri dengan alasan tidak ingin terus menerus tunduk kepada Belanda.
Pertama kali masuk Sarekat Dagang Islam, ia menjabat sebagai komisaris. Ia dikenal dengan sikapnya yang radikal dan senantiasa menuntut persamaan derajat kaum pribumi dengan pihak Belanda ataupun dengan pejabat pemerintah. Bahkan Tjokroaminoto berani melakukan hal-hal yang saat itu dianggap pantang untuk dilakukan bagi kaum pribumi misalnya duduk sejajar dengan pihak Belanda ketika ada pertemuan dan juga berbicara dengan menatap muka atasan, bukan lagi menunduk. Pada tanggal 10 september 1912 Tjokroaminoto resmi mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Anggotanya pun bukan hanya berasal dari para pedagang tetapi sudah melebar ke semua unsur masyarakat. Tjokroaminoto menjadikan Sarekat Islam sebagai perkumpulan umat islam yang ingin menegakkan islam sebagai agama dan ilmu. Ia kemudian dipercaya untuk memangku jabatan ketua dan dibawah kepeminpinannya-lah Sarekat Islam mengalami kemajuan pesat.
Tjokroaminoto sangat pandai dan lihai dalam berpidato, ia bisa memainkan perasaan dan tingkah laku pendengarnya sehingga pendengar seringkali tercengang ketika mendengar pidatonya. Tak jarang ia juga menjadi penetral yang baik ketika terdapat perselisihan pendapat diantaranya pendengarnya. Selain itu banyak artikel-artikel dari Tjokroaminoto yang dimuat dalam surat kabar atau buku-buku pergerakan. Salah satu artikel yang fenomenal sampai sekarang adalah tentang arah dan gerak perlawanan partai. Penjelasannya bahwa perlawanan partai harus disandarkan pada beberapa hal diantaranya pada kebersihan tauhid, pada ilmu dan pada politik yang berkaitan dengan bangsa dan menyatukan negeri-negeri berpenduduk muslim.
Seiring dengan kemajuan Sarekat Islam, Belanda semakin khawatir dengan keberadaannya. Belanda sering membatasi kekuasaan pengurus pusat dan tentunya dengan pengawasan yang ketat tentang adanya organisasi besar ini. Akibatnya terdapat kesenjangan antara pengurus pusat dan pengurus daerah pada Sarekat Islam sehingga sulit dalam melakukan mobilisasi anggota. Sebagai panutan masyarakat, pemerintah Belanda menjulukinya sebagai de Ongekroonde Koning Van Java (Raja jawa yang tak bermahkota).
Tjokroaminoto juga berkiprah dan mendorong terbentuknya organisasi-organisasi yang bersifat keilmuan di tanah air. Antara lain mendorong didirikannya Indonesische Studie Club (ISC) yang didirikan oleh Dr. Soetomo pada juli 1924 di Surabaya. Bersama Haji Agus Salim ia membidani Jong Islamieten Bond (JIB) yang merupakan himpunan mahasiswa dan pelajar islam agar tak lalai dengan agamanya meskipun sekolah dengan sistem pendidikan barat. JIB inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya para cendekiawan muslim di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar