Tan Malaka lahir di Suliki, Sumatera Barat pada tanggal 2 juni 1897. Tan muda bernama Ibrahim, ia anak yang cerdas. Setelah menyelesaikan pendidikan Kweekschool di Bukit Tinggi, ia melanjutkan pendidikan di Harleem Belanda pada tahun 1913-1919 karena mendapat beasiswa. Ia selalu mengamati situasi dan dinamika di Belanda sehingga ia sadar bahwa banyak sekali perbedaan kehidupan antara negara jajahan Belanda dengan kehidupannya di Belanda. Hal ini yang mendorongnya selalu aktif dalam organisasi pemuda dan pelajar Indonesia yang ada di Belanda. Kegiatan-kegiatan ini membuatnya semakin terbuka dan menambah wawasannya.
Tahun 1920 ia kembali ke Sumatera Barat menjadi guru untuk anak-anak kaum buruh perkebunan. Banyak kontradiksi yang terjadi pada kaum buruh yang dilihatnya, tentunya ia belajar banyak hal dari kasus ini. Pengalamannya inilah yang semakin memantapkannya untuk bergerak di bidang pendidikan. Sekitar juli 1921 ia pindah ke Semarang dengan tujuan mendirikan perguruan untuk kaum proletar. Di semarang inilah ia dekat dengan Vereniging van Spoorden Tram Personel atau Serikat Buruh Kereta Api yang waktu itu diketuai oleh Semaun, yang kemudian juga mengetuai Partai Komunis Indonesia. Di Semarang ini, ia juga menjadi dekat dengan Tjokroaminoto di Sarekat Islam. Semaun kemudian mengajak pengurus Sarekat Islam Semarang untuk mengadakan rapat istimewa untuk mengusulkan mendirikan perguruan seperti yang telah dicita-citakan oleh Tan Malaka.
Murid dari perguruan yang didirikan atas prakarsa Tan Malaka dan Sarekat Islam ini merupakan anak-anak dari rakyat jelata, petani, buruh perkebunan. Tan Malaka mulai mengajarkan dasar-dasar komunisme yang terinspirasi dari Rusia dan Belanda. Sekolah itu dikenal dengan nama Sekolah Rakyat Model Tan Malaka. Perkembangan sekolah itu begitu pesat sehingga banyak permintaan dari daerah-daerah lain untuk mendirikan sekolah yang sama di daerah mereka. Namun karena keterbatasan tenaga pendidik, keinginan ini belum dapat dipenuhi.
Tan Malaka semakin intens bergelut di Partai Komunis Indonesia. Karena pemikiran, gagasan dan beberapa aksi pemogokan yang dilakukannya, ia menjadi tokoh yang paling dicari dan berbahaya bagi Belanda. Tahun 1922, Tan Malaka diasingkan. Berulang kali ia diasingkan karena tindakan radikalnya dan ia justru semakin terkenal di Komunitas Komunisme Internasional. Selanjutnya ia membangun jaringan nasionalis yang membahayakan pihak Belanda. Pemikirannya bukan lagi mempengaruhi orang-orang yang ada di Indonesia tapi Asia Tenggara.
Sekalipun Tan Malaka merupakan tokoh komunis tetapi perndapatnya sering tidak sejalan dengan apa yang dilakukan PKI. Tokoh pergerakan nasional ini menjadi sosok dibalik berbagai pergolakan di Indonesia. Nama Tan Malaka begitu penting di dunia nasional. Banyak tokoh yang mengetahui namanya tetapi tidak pernah bertatap muka dengan orangnya. Di akhir perang dunia II, secara diam-diam Tan Malaka menyamar dengan nama Iljaz Hussein dan sering mengikuti dialog dengan tokoh pergerakan nasional yang lain guna merancang kemerdekaan Indonesia. Realitas baru diketahui oleh khalayak luas bahwa Iljaz Hussein adalah Tan Malaka setelah proklamasi kemerdekaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar