Dr.
Cipto Mangoenkoesoemo lahir di Pecagakan, Jepara pada tahun 1886. Ia mengenyam pendidikan tinggi di STOVIA (sekolah dokter bumiputera). Selama masa
kuliah ia terkenal dengan pribadi yang jujur, kritis dan rajin. Sikap kritis
beliau diwujudkan dalam berbagai pidato, opini dan tulisan-tulisannya. Dr. Cipto
Mangoenkoesoemo juga ditetapkan sebagai tokoh pergerakan nasional. Pergerakan
yang diilhami dari politik etis yang diterapkan oleh Belanda, meliputi bidang
edukasi, irigasi dan migrasi. Dalam bidang edukasi, pemerintah kolonial Belanda
memberikan kesempatan bagi warga pribumi untuk mengenyam pendidikan. Dampaknya
muncullah orang-orang terpelajar layaknya dr. Cipto Mangoenkoesoemo dan
rekanannya.
Ia melakukan banyak perjuangan melalui tulisan-tulisan
yang bernada mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Ia kerap menceritakan
penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Ketika aktif menulis di de
Express, sebenarnya ia sudah bekerja sebagai dokter di pemerintahan. Pekerjaan
ini ia dapatkan setelah memperoleh ijazah STOVIA di Jakarta. Saat itu ia
ditugaskan di Demak. Dari sanalah ia menulis kritikan-kritikan pedas tersebut.
Akibatnya ia diberhentikan dari pekerjaannya sebagai dokter pemerintah. Dengan
kondisi ini, dr. Cipto justru semakin intens melakukan perjuangan. Bersama
Douwes Dekker dan Ki Hadjar Dewantara, ia mendirikan Indische Partij, suatu organisasi politik yang
pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913, ia dan kedua rekannya diasingkan
oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya yang tajam.
Sebelum mendirikan Indische Partij, ia
juga berprofesi sebagai guru bahasa melayu di Ambarawa, menjadi kepala sekolah
dan menjadi pembantu administrasi di kota Semarang.
Ketika peringatan seratus tahun bebasnya Belanda dari
penjajahan Perancis, pemerintah kolonial Belanda di Indonesia berencana merayakannya
secara besar-besaran. Dan keinginan ini ditolak habis oleh para pejuang
kemerdekaan karena dianggap hanya akan menyengsarakan rakyat. Dr. Cipto saat
itu mendirikan Komite Bumiputera khusus untuk memprotes maksud pemerintah
kolonial Belanda. Sekembalinya dr. Cipto dari Belanda akibat hukuman
pengasingannya, ia kembali melakukan perjuangan melalui Volksraad. Disana ia
selalu membela kepentingan rakyat dan membangkang terhadap pemerintahan
Belanda. Karena kegiatan kritisnya di Volksraad itu, ia kembali mendapat
hukuman dari pemerintah yaitu dipaksa untuk meninggalkan Solo, kota dimana ia
tinggal saat itu. Padahal saat itu, ia sedang giat mengembangkan ‘Kartini Club’
dan juga membuka praktik dokter di Solo.
Selanjutnya ia tinggal di Bandung sebagai tahanan
kota, dimana ia tidak diperbolehkan keluar dari kota Bandung tanpa persetujuan
pemerintah Belanda. Meskipun demikian perjuangannya tidak menjadi lemah. Dengan
berbagai cara kreatifnya ia menemukan kegiatan-kegiatan untuk melanjutkan
pergerakannya. Rumahnya dijadikan sebagai tempat berkumpul, berdiskusi dan
berdebat para tokoh pergerakan nasional. Salah satu diantaranya yang aktif yang
aktif adalah Ir. Soekarno. Setelah beberapa waktu, akhirnya
kegiatan-kegiatan bersama tokoh
pergerakan nasional dirumahnya terbongkar. Ia kembali mendapat hukuman dari
pemerintah Belanda. Ia dibuang ke Banda Neira pada tahun 1927 dan mendekam
disana sebagai tahanan selama 13 tahun.
Dari Banda Neira kemudian ia dipindahkan ke Ujungpandang. Tidak lama kemudian
dipindahkan lagi ke Sukabumi, Jawa Barat.
Sebagai seorang dokter, dr. Cipto pernah memperoleh
prestasi gemilang ketika berhasil membasmi wabah pes di daerah Malang. Pes
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil yang ditularkan oleh
tikus. Akibatnya banyak dokter Belanda yang tidak bersedia ditugaskan untuk
membasmi penyakit tersebut. Kesuksesannya membasmi wabah tersebut membuat
namanya lebih terkenal. Bahkan pemerintah Belanda yang sebelumnya sudah
memecatnya sebagai dokter pemerintah justru menganugrahinya penghargaan Bintang
Orde van Oranye Nassau meskipun sebenarnya penghargaan itu malah
dikembalikannya kepada pemerintah Belanda. Atas jasa dan pengabdiannya sebagai
pejuang pembela bangsa, namanya dinobatkan sebagai pahlawan kemerdekaan
nasional. Namanya pun diabadikan sebagai nama rumah sakit umum pusat di
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar