Sudah
menjadi kodratinya bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia membutuhkan
bantuan, baik dari manusia yang lain atau sektor pendukung yang menyokong
pertumbuhan hidupnya secara berkesinambungan. Secara ilmiah, manusia juga disebut
sebagai homo sapien dimana ia akan tumbuh menjadi makhluk yang lebih istimewa
dari yang lain karena ia memiliki akal, budi pekerti dan hati yang dapat
digunakan untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Dengan gagasan inilah,
manusia sudah selayaknya hidup berdampingan, tolong menolong dan senantiasa
menebarkan kasihnya bersama orang lain.
Dalam
kehidupan sosial, manusia akan selalu masuk ke dalam tataran adat masyarakat
dimana ia tinggal. Disinilah ia dituntut untuk hidup saling berbagi, memahami,
toleransi dan seharusnya saling memaafkan kesalahan. Sama-sama menghapus hutang
emosi, berdamai dan melepaskan emosi pahit, baik dengan diri sendiri maupun
orang lain.
Pemaafan
dalam konteks relasi individu maupun konteks bermasyarakat tampaknya sangat
relevan dengan kehidupan bangsa kita. Konflik antar pribadi yang jumlahnya
tidak terbilang juga menghasilkan banyak trauma. Selain itu banyak peristiwa
besar bangsa yang menorehkan luka-luka psikologis pada banyak individu, antara
lain peristiwa G30SPKI, pembunuhan misterius pada tahun 1980-an, peristiwa
Tanjung Priok, kerusuhan massal pada tahun 1998, dan lain sebagainya.
Masyarakat
yang terkait dengan kejadian di atas banyak yang tidak bisa memaafkan lantaran
rasa sakit hati yang masih tumbuh di hati. Banyak keluarga yang ditinggalkan
oleh sang korban dan tidak mendapat ganti apa-apa. Seseorang berat untuk
memaafkan orang lain atau bahkan suatu kejadian karena dikiranya memaafkan justru
akan membebaskan orang lain dan merugikan diri sendiri. Padahal, sesungguhnya dengan
memaafkan orang lain itu akan menguntungkan diri sendiri dan orang lain juga
dan sebaliknya juga. Berbagai bukti psikologis menunjukkan bahwa orang yang
tidak memaafkan akan dirugikan karena ia menyimpan sumber penyakit dalam
hatinya. Orang yang merasa dosanya tidak termaafkan akan mengisi hari-harinya
dengan penuh rasa bersalah, yang itu berperanan dalam menurunkan kualitas hidup
seseorang.
Hidup
bermasyarakat seyogyanya dijalani dengan tulus ikhlas. Penuh cinta kasih dan
tanpa pamrih. Tetangga, saudara yang paling dekat dengan kehidupan kita.
bersamanya manusia yang satu dengan yang lain akan menjalani hidup sampai pada
titik terakhirnya sehingga harmonisasi sangat diperlukan untuk membuat hidup
terasa nyaman. Namun, tak jarang konflik antara satu sama lain itu juga
terjadi. Seperti bulu dalam domba. Konflik tercipta untuk membuat manusia
selalu mawas diri terhadap apa yang dilakukan. Konflik bisa menyadarkan, bukan
hanya menyakitkan. Masukkanlah cinta kasih antar sesama di dalamnya karena itu merupakan
kunci pemaafan yang arif. Cinta akan selalu memaafkan, itulah yang dikatakan
Ajahn Bram pada bukunya “si cacing dan kotoran kesayangannya”
Berdamai,
itu yang sering didengar tetapi mungkin sulit pada tahap pengaplikasiannya.
Damai yang sebenarnya adalah damai terhadap diri sendiri, tidak memenjarakan
diri atau tubuh terhadap sesuatu yang ingin dilakukan. Dalam kehidupan sosial,
berdamai sangat penting dijadikan instrumen untuk hidup secara aman. Meski
sebenarnya tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan manusia selalu berasal dari
latar belakang yang beragam. Satu manusia akan selalu membawa banyak identitas.
Tidak ada identitas tunggal yang dibawa manusia sejak ia lahir. Ragam budaya,
tradisi, adat, kepercayaan, norma dan aturan biasanya yang menjadikan sumber
perpecahan apabila di dalamnya tidak ada rasa memahami dan “better understanding” antar sesama. Keragaman tersebut sebenarnya
akan bermuara pada titik temu bahwa disetiap perbedaan pasti ada benang merah
persamaan yang merajut.
Agama
yang paling signifikan dicermati dalam kehidupan bermasyarakat. Sering kali
manusia mempersalahkan orang lain karena alasan agama. Tentunya dalam hal ini
agama yang dianut mungkin berbeda, atau justru masih dalam satu agam namun
berbeda sektenya. Saya sangat yakin bahwa tuhan selalu menebarkan cinta
kasihnya. Tuhan selalu berbelas kasih dan penuh pemaafan. Jika terjadi kerusuhan
massal dengan atribut agama, sudah pasti itu bukan keinginan tuhan. Tuhan itu
baik. Cinta kasih antar sesama harus dibangun untuk menuju hidup yang
sesungguhnya. Hendaknya kita sebagai bagian dari masyarakat selalu berperilaku
atas dasar religiusitas. Perilakunya yang benar-benar memiliki semangat religiusitas,
bukan hanya menjadikan agama sebagai tameng dalam norma masyarakat. Perilaku
itu hendaknya penuh kasih, yang muaranya adalah tuhan. Tuhan yang disebut dalam
banyak nama dan cara. Itulah tuhan saya dan tuhan kalian semua. Seperti yang
dikatakan Romo Magnis Suseno bahwa dalam melihat perbedaan sering kali manusia saling
menyalahkan dan hany melihat permuakaan yang paling atas dari suatu masalah .
Menganggap bahwa pilihannyalah yang paling benar. Itulah yang seharusnya
diluruskan. Ketika melihat suatu konteks kerusuhan massal atas nama agama,
harusnya kita melihat manusia sebagai individu, bukan dalam konteks agama yang
dilembagakan. Rasa cinta kasih dan penuh pemaafan yang akan membuat manusia
lebih mengerti akan indahnya perbedaan. Dan tentunya di setiap rasa sakit,
pasti tuhan menciptakan obat mujarab yang membuat manusia berdiri lebih kokoh.
Memaafkan akan membuat hati terasa lebih damai dan hangat.
Cinta
muncul karena perbedaan sehingga tuhan menciptakan makhluknya dalam berbagai
warna dan jenis. Dengan karakter-karakter yang menjadi ciri manusia dengan yang
lainnya. Dalam bukunya, Ajahn Bram juga mengajarkan bahwa cinta akan selalu
menerima. Menerima baik dan buruknya, dan akan selalu memaafkan. Cinta yang
tulus akan menjadikan kita lebih banyak beraktualisasi dengan orang lain
sekaligus membebaskan. Contoh kecil yang ada dalam kehidupan keluarga misalnya,
orang tua dan anaknya. Sebandel apapun anak, orang tua akan senantiasa
memaafkan kesalahan karena rasa cinta yang memang begitu besar. Dalam kehidupan
sosial, jika masyarakat melakukan hal tersebut maka harmoni akan terbentuk
dengan alaminya. Bahkan dalam hubungan suami istri -yang pernah saya dengar-
sang istri menyebutkan bahwa “kesalahan suamiku akan ku terima sebagai cinta”.
Kunci pemaafan yang kuat adalah rasa cinta yang tulus karena cinta dan pemaafan
tidak akan dapat dipisahkan.
Memupuk
rasa cinta kasih antar sesama dalam kehidupan masyarakat tidaklah secara instan
terjadi. Begitu juga dengan pemaafan. Dua hal itu merupakan proses yang akan
selalu berinovasi menuju kebaikan hidup. Menjalani proses belajar memaafkan dan
menumbuhkan rasa cinta kasih yang tulus akan membuat manusia lebih bisa
memaknai kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar