Cerita ini bermula dari sebuah musik,
musik yang bertemu dengan serendepitynya
beberapa hari yang lalu. Dan sayalah serendepity
tersebut. Musik yang saya maksud ini tidak
hanya sekedar dinyanyikan, tapi musik itu memiliki roh kuat ketika dinyanyikan
oleh sang empunya. Mengapa saya sebut roh? Karena ketika mendengarnya, saya
tiba-tiba merasakan something different,
tapi itu apa? Hhmm, saya sendiri juga belum tahu. Rasanya pengen menanyakan hal
ini kepada Neptunus. Keanehan model apa lagi yang sekarang saya alami. Kalau
dibilang dejavu, jelas bukan. So, karena sama-sama belum tahu, mari
berpenasaran saja dulu.
Saya mengikuti mahzab salah seorang teman
yang sudah banyak memberikan inspiring.
Ia pernah menjadi partner yang sangat
hebat, teman diskusi jitu, travelmate
dan banyak interaksi yang lainnya. Namun, sekarang bisa dibilang bahwa relasi
kami tidak sedekat dulu karena suatu hal yang sebenarnya juga sangat sepele. Kita
punya standarisasi hidup yang sangat berbeda. Anggap saja relasi kami ini
seperti science. Selalu berubah
mengikuti perkembangan waktu.
Well, setelah flashback sedikit tentang teman saya ini, mari kita lanjutkan
ceritanya. Saya sangat yakin bahwa ada beberapa hal yang paling mempengaruhi
perkembangan manusia. Ia adalah musik, film dan buku. Dan yang akan menjadi
poin kali ini adalah soal musik. Jujur saja saya masih tidak bisa fanatik
terhadap satu titik. Begitu juga dengan musik. Referensi yang menurut saya paling bagus adalah karya Coldplay (the most)
dan The Trees and The Wild. Mungkin karena intuisi saya terhadap musik dan
jenis-jenisnya juga minim sehingga saya memutuskan dua band tersebutlah yang
menjadi favorit saya.
Kembali dengan tema September yaa. Tepat
satu minggu yang lalu saya mengikuti sebuah training tentang pemuda dan anti
kekerasan. Tentu saja yang dibahas di forum itu adalah bagaimana menciptakan
perdamaian dan menyebarkan nilai-nilai pluralisme. Dari sekian pembicara, saya
hanya noted satu saja. Dia adalah Fahd
Jibran. Saya sangat interest dengan
apa yang dipaparkannya. Kebetulan Ia juga masih muda sehingga stylenya anak muda banget. Tepat
sasaranlah kalau peserta training tersebut juga anak muda semua.
Saya bersama kelompok saya :) |
Waktu itu Fahd Jibran menjelaskan bahwa
musik bisa menjadi media untuk menyebarkan pesan-pesan sosial. Tidak hanya
sekedar nyanyian untuk pengantar tidur atau menjadi teman dikala kesepian
melanda manusia. Dan di momen itu pula Ia mention
dua band yang bergerak untuk aksi damai ini. SID dan Green Day. Nah, titik
fokus yang saya bahas disini adalah Green Day. Green Day adalah musisi yang
tidak hanya melantunkan lagu, tidak juga hanya membuat lagu-lagunya menjadi
komersil dan digemari banyak orang. Tetapi Green Day justru banyak menyampaikan
pesan-pesan sosial via lirik-lirik lagunya.
Mereka menyebarkan kebaikan
melalui passionnya, yaitu
dengan musik. Nah, disinilah saya sudah merasakan hawa-hawa keanehan. But, lagi-lagi saya nggak paham itu hawa
jenis apa. Di otak saya waktu itu hanya muncul satu grand topik. Green Day adalah band favorit Ichan. Paten. Hhmm,
mungkin karena ini sehingga terbentuklah relasi yang kuat soal Green Day.
Tak berhenti sampai disitu, hari terus
berlanjut dengan segala bentuk kesibukan yang menggerogoti waktu. Saya pun masih
belum tahu banyak soal Green Day. Yang saya notif paling hanya “kok Ichan
sering ngetwitt soal Green Day yaa? Ada apa?” Hhmm.. akhirnya, dua hari yang
lalu saya mulai browsing tentang
Green Day.
Pertama browsing, yang
disajikan kakak google adalah lagu dengan judul Time of Your Life. Setelah diputar ternyata aku dengan mudah bilang “Lah, ini kan lagu yang ada di hpku dulu.
Lagu yang aku jadiin nada dering hp selama berbulan-bulan” Ntah dulu
mendapatkan lagu itu dari mana yang jelas saya menjadikannya nada dering karena
saya menilai lagu ini penuh spirit. Dan saya suka itu. Titik. Ternyata lagu ini judulnya, saya bicara
dalam hati. Itu menjadi kebiasaan saya, menyukai atau hanya sekedar tahu
sesuatu tapi nggak ngerti labelnya. Kalau musik, ibaratnya saya nggak tahu
judulnya tapi saya sering mendengarkan bahkan suka dengan musik tersebut. Nah,
saya berasumsi bahwa embel-embel itu tidak lagi penting sehingga saya tidak
tahu siapa yang sebenarnya sedang beraksi itu. Seakan mengiyakan argumen Caknur
bahwa yang terpenting itu apa yang kita kerjakan, bukan melihat jabatan apa
yang menempel saat kita mengerjakan hal tersebut. Kasusnya kan mirip, hanya
beda tema saja.
Browsing
kedua, saya langsung
menemukan lagu wake me up when september
ends.
Dari judulnya saja sudah memorable.
Ketika mencoba playlist lagu ini,
hanya ada satu kata yang saya sendiri belum bisa menerjemahkan. Makjleb. Ada
sesuatu yang ingin disampaikan dan sepertinya itu benar-benar dalam banget. Seketika
aku browsing video clip serta lirik
lagunya. Hhmm, harus bilang apa yaa sama lagu yang satu ini. Hati ini tidak
bisa bicara, hanya bisa merasa. Kau adalah lagu yang bisa membuat saya
menerawang ke atas, memikirkan sesuatu yang tak kunjung bertepi. Tapi apakah
itu? Jawabannya nihil.
Seperti yang sudah ku ceritakan di awal
narasi tadi, guess star dari cerita
kali ini adalah September. Lagu Wake Me
Up When September Ends ini juga semakin membuatku tuing-tuing, apalagi
sekarang juga bertepatan dengan bulan September. Hhmm.. rasanya deadlock banget kalau saya nggak bisa
menemukan kunci “sebenarnya apa yang saya
rasakan ini?” Ohyaa satu hal yang belum saya sebut, lagu ini sama seperti
lagu Time of your Life. Saya sering
mendengarnya tetapi nggak tahu judulnya apa. Bedanya, lagu Wake Me Up When September Ends ini lebih ngena banget di hati. Apalagi
kalau liat langsung video clipnya. There’s
something different when I see this story. Ini satu-satunya lagu melow yang
bisa membuat otak saya berputar-putar, bukan hanya menikmati estetikanya. Very Inspiring.
Setelah baca artikel, saya baru paham
bahwa lagu itu untuk siapa dan mengapa Billie Joe Armstrong menciptakan lagu
tersebut. Itu yang membuat saya semakin respect
dengan Green Day. Membuat apa yang ia alami menjadi sesuatu yang bisa dinikmati
banyak orang dalam bentuk karya. Which is
apa yang dia alami itu tidak sia-sia. Justru bisa menjadi pembelajaran untuk
orang lain dan bisa menginspirasi banyak kepala. Dan itu adalah prinsip yang
selama ini saya anut juga. Bahwa apa yang saya alami, selalu ingin dibagi
dengan banyak orang sehingga itu bisa bermanfaat lebih banyak. Bukan hanya
untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. So, kita samaan ya mas
Armstrong *mari kita tos dulu* Saya rasa ini juga menjadi satu jawaban mengapa
Ichan sangat mengagumi Anda. Apalagi
lagu Wake Me Up When September Ends
juga menjadi lagu favoritnya. Hhmm, andai saja Anda ada di Indonesia, pasti
saya akan mengajak Anda untuk makan es krim bareng di tempat favorit saya, ofcourse bareng sama Ichan. Hheee.. jadi
nglantur.
Dan puncak kenapa saya bisa menulis
sampai larut saat ini adalah tragedi semalam. Saya benar-benar tidak bisa tidur
padahal esok adalah weekend yang
notabenenya itu bisa istirahat dengan penuh senyuman. Kerja libur. Eh, yang ada
saya malah stuck di depan Toshi
(baca: laptop saya) sampai pagi dan sudah bisa ditebak kalau lagu yang diputar
itu just the one and only, Wake Me Up
When September Ends. Benar-benar stuck
in reverse. Pasalnya, siangnya saya juga sudah menjadi manusia yang paling
diheran-herankan di kantor karena seharian itu saya hanya memutar lagu ini
untuk didengarkan. What’s up with this
song?? Thanks for making me unable to sleep for several days.
Dan akhirnya hari ini saya juga mendapat
satu jawaban pasti tentang apa yang selama ini menjadi pertanyaan besar di
pikiran saya. Tentang Armstrong yang
menjadi nama marga kamu chan. Setelah sekian lama saya hanya bisa menerawang
dan mengira-ngira apa itu Armstrong. For
today, I know that you’re very loved with (the leader of) Green Day, Billie Joe
Armstrong. Yes, I got it right now. Seneng lihat kamu cerita soal Green Day
dengan penuh semangat seperti tadi siang.
Dua lagu yang menemani saya menulis
artikel ini tentu saja Wake Me Up When
September Ends dan Viva La Gloria. Referensi musik saya
bertambah lagi. Terima kasih September yang sudah menggemparkan bumi hati saya.
Anda menang bersama Ichan dan teman baru saya, Green Day. Ketemu di kisah
september selanjutnya yaa. Sampai lupa kalau ini sudah menjelang subuh. Senyum,
semangat!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar