Malam itu kau mengajakku untuk merasakan kembali hingar bingar kasih senja. Dengan untaian senyum manis, kau menjemputku di rumah. Rasanya sore itu terasa lebih segar dengan harumnya parfum maskulin yang kau pakai. Ntah parfum apa itu, sampai saat ini aku juga belum tahu.
Kau pamitkan aku ke bapak ibu dengan sopan. Lalu kita beranjak keluar, menikmati sejenak udara sore di kota terindah kita. Malang. Aku suka. Bahkan sangat suka. Senja itu memang lebih romantis daripada terik siang.
Melewati alun-alun, kami selalu singgah terlebih dahulu di Masjid Jami’ Malang. Berdoa untuk segala kebaikan di waktu maghrib tiba. Rutinitas itu memang selalu kami lakukan bersama.
Kemudian setelah selesai berdoa, salah satu dari kami, yang selesai duluan sengaja menunggu di luar. Aku suka momen ini. Menurutku, detik-detik itu adalah romantisme yang terjadi dengan caranya sendiri. Cara yang biasa nan berbeda. Cara yang sederhana tetapi menghidupkan banyak makna. Mengingatnya hanya akan membuatku tersenyum lega. Bahagianya.
Lalu, dengan penuh semangat, aku mengajakmu menyusuri kawasan heritage kota Malang. Ada gereja tua di sebelah Masjid Jami’ Malang, GBIP Immanuel. Bangunan tua itu berdiri kokoh sampai saat ini. Pernah aku menceritakan tentang sedikit yang mengganjal di kepala ketika kita melewati gereja ini. “Aku ingin masuk gereja ini. Dari dulu. Namun, sayangnya belum kesampaian juga” tuturku lembut.
Di usia yang sudah menginjak 21 tahun ini, aku memang belum pernah melihat bangunan bersejarah ini dibuka. Mungkin aku saja yang belum beruntung. Tak pernah mendapati gereja tua ini dipenuhi orang-orang nasrani yang melakukan ritual religiusitasnya. Bertemunya selalu ketika bangunan ini tertidur pulas dengan kemegahan visualisasi vintage gedungnya. Aku pun sempat berpikir apakah gereja ini hanya untuk pajangan saja tanpa melakukan sisi fungsionalnya dengan baik. Tapi jelas ku tahu, pertanyaan ini tak membutuhkan jawaban. GBIP Immanuel masih berfungsi dengan baik.
Berdua. Jalan kaki dengan suka cita. Aku selalu menyempatkan diri untuk ke Gramedia jika sudah berada di kawasan pusaran Kayu Tangan. Sepanjang jalan ini memang memiliki rasa tersendiri. Dalam bahasa kunonya, Kayu Tangan masih sering disebut dengan ejaan 'Kajoe Tangan'
Aku juga selalu mengajakmu mampir sejenak, untuk sekedar refreshing atau benar-benar membeli beberapa item di Gramedia. Dari dulu Gramedia atau toko buku sejenisnya seperti Togamas dan Gunung Agung adalah tempat yang selalu ada di list tripku untuk dikunjungi. Kalau bicara soal tempat refreshing paling nyaman, aku bisa menyebutkan tempat-tempat inilah juaranya. Ke tempat-tempat ini selalu membuatku lebih bersemangat. Membuat otak terasa lebih fresh. Aku juga bisa melakukan banyak hal di tempat ini. Selain membaca, memilih, belajar, ada satu lagi kegiatan wajib yang selalu aku lakukan saat kesana. Observasi, mengenai desain dan visualisasinya. Toko buku merupakan tempat yang paling update untuk soal ini.
Bergeser sedikit dari Gramedia, inilah grand design yang sesungguhnya dari perjalanan sore kami. Toko Oen Malang. Yeaaaayy.. siapa yang tak mengenal tempat legendaris yang dimiliki kota pelajar ini. Aku sangat menyukai tempat ini. Tempat yang memiliki bangunan unik, environment yang khas dan product knowledges yang juga sangat fenomenal.
Toko Oen Malang selalu identik dengan es krim. Pasalnya es krim legendaris kota Malang hanya ada di tempat indah yang satu ini. Bangunannya lebih banyak didominasi warna putih dan hijau tua selain warna-warna vintage yang khas seperti tone kecoklatan. Tempat yang menjadi landmark kota Malang ini sudah menyedot perhatianku semenjak masih duduk di bangku SMK. Suasananya full romansa Belanda dan sangat vintage.
Toko Oen Malang merupakan tempat yang sangat romantis. Bersejarah bagi kota Malang, juga bagi kami berdua. Selain menyajikan environment yang memang berbeda dari toko-toko konvensional yang ada, produk-produk yang dijual disana juga sangat ‘tua’ Banyak jajanan yang ternyata sudah ada dari zaman nenekku masih kecil. Jajanan itu berbentuk kue kering dengan ciri khas toples kaca jadul sebagai wadahnya. Namun, sekarang aku tidak akan menceritakan dengan detail produk apa saja yang ada di Toko Oen. Tunggu artikelku yang selanjutnya saja yaa..
Tulisan kali ini lebih banyak menceritakan kisah romantisme. Romantisme manusia, ice cream dan kasih senja. Kami menikmati dua ice cream yang berbeda. Salah satu alasannya adalah agar kami bisa saling mencicipi rasa yang berbeda.
Banyak cerita yang mengalir dari kami berdua. Tentang flashback hidup, tentang komitmen yang dibangun bersama, tentang masa depan yang lebih cerah. Ditambah canda tawa, rasanya ice cream itu melebihi manisnya sendiri. Aku sangat suka dengan ice cream. It’s more than taste, but its about soul and happiness. Itu juga salah satu alasan terbesarku, mengapa tempat ini begitu spesial di ruang hati. Karena ice creamnya.
Menikmati ice cream, denganmu, di tempat yang sangat aku sukai. Hhmm.. ini perpaduan yang magic. Toko Oen Malang menjadi surga kecil sore itu. Bahagia rasanya.
Ice cream itu semakin mencair. Membuat cerita kami juga semakin mengalir ke hulunya. Rasanya tak ingin beranjak dari tempat indah yang dimiliki kota apel itu.
Ice creamnya, environmentnya, orang-orangnya dan tentu saja kita berdua. Semua begitu mempesona.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar