Hello, semester 5 ini diakhiri dengan liburan singkat. Yaa, semester yang slalu aku sebut-sebut sebagai semester semangat. Enjoy, iyaa. Menyenangkan dan banyak haru biru di semester ini. Mulai dari asmara, akademis, ekonomi sampai gejolak keyakinan akan beberapa hal. Aku menjalaninya dengan nada sorak sorai meski kadang mendung pun datang melanda.
Siang itu, aku kembali ke negeri asalku bersama laskar-laskar jawa timur yang lain. Yaa, mereka aku sebut laskar Jawa timur karena kita berasal dari regional yang sama, merantau dan mencari ilmu formal di tempat yang sama pula. Tiket KA Gayabaru pun sudah di tangan. Aku, mas dondik, dhillaz, luti, ipeh, risma dan pipin merasakan hal yang sama, senang. Itu yang kami rasakan setiap kali kami pulang ke rumah orang tua masing-masing.
Aku ditemani mas dondik dan ipeh sengaja transit dulu di Surabaya. Kami memutuskan untuk stay dulu sebelum kami benar-benar pulang ke rumah masing-masing. Selasa pagi pun (17 januari 2012) aku sampai di stasiun Wonokromo dengan tas ransel yang cukup padat. Rasanya sering kali aku ke Surabaya, tetapi baru kali ini aku menulis tentang kota pahlawan ini. Kami pun langsung ke rumah Luti yang tepatnya berada di daerah abu-abu antara Surabaya dan Sidoarjo. Rumahnya di daerah Trosobo, Krian. Keluarganya sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri. Mereka merupakan keluarga bahagiaku model lain saja. Canda, tawa, iseng selalu akan hadir jika mas yang satu ini ada di dekatku. Yaa, siapa lagi kalau bukan mas dondik. Dia dan Ipeh adalah dua makhluk yang benar-benar seperti kucing dan tikus, saling jahil satu sama lain. Namun, tetap saja yang kalah juga Ipeh.
Aku dan teman-teman yang lain menunggu sore untuk jalan-jalan sebentar mengunjungi Surabaya. Tujuan utamaku sudah pasti adalah Zangrandy. Sayangnya, tempat ini malah memberi tanda “anda kurang beruntung” karena tutup. Ntah kenapa setiap kali ke Surabaya, pikiran langsung saja tertuju ke toko es krim ini. Yaa, mungkin alasan jitu satu-satunya karena aku memang ice cream lover. Tempatnya memberikan keunikan tersendiri. Ok, karena belum beruntung aku pun bergeser ke plan B, yaitu ke tempat yang selalu aku kunjungi dimanapun aku singgah –setiap kali travelling-, Gramedia. Tunjungan Plaza pun menjadi sasaran.
Selesai ke Gramedia, aku pun di tawari bapaknya Luti, “mau makan dimana?” Dengan semangatnya aku juga menjawab “Pak, pengen lontong balap. Yuk” Dan yang lain pun mengikuti lontong balap untuk disantap malam itu. Sekali lagi, aku sering ke Surabaya tapi makan lontong balap pun nggak pernah, bahkan liat bentuknya saja juga belum pernah. Pantaslah kalau aku disebut Surabaya coret. Akhirnya sampai juga di warung yang menjual makanan khas Surabaya ini. Persepsi pertama saat melihatnya “kok mirip sama penjual sate madura yaa” Nah, sekarang muncul pikiran kenapa makanan ini disebut dengan lontong balap. Siapa pula yang balapan disini #bingung. Ibu yang menyiapkan pesanan pun tersenyum, “sudah dek, silahkan” Ternyata yang namanya lontong balap itu lontong ditemani tahu gembos, toge yang sudah dikuahi, sedikit tempe kacang dan tentunya tidak lengkap jika tidak dibarengi sambel yang terbuat dari kacang.
Lontong Balap |
Esoknya pun kami bertiga bergegas untuk kembali ke rumah masing-masing. Liburan yang singkat mengakibatkan kunjungan persaudaraan ini juga harus dipercepat. Kami berpisah di terminal Purabaya. Bapak, Luti dan Dela (adiknya Luti) turut mengantarkan kami. Aku menuju Malang, mas Dondik, Lumajang dan Ipeh harus melewati Suramadu untuk bertemu kedua orang tuanya. Salamku untuk beliau yang super. Be carefull..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar